Kelahiran |
0 Orang |
Kematian |
0 Orang |
Masuk |
0 Orang |
Pindah |
0 Orang |
Kelahiran |
0 Orang |
Kematian |
0 Orang |
Masuk |
0 Orang |
Pindah |
0 Orang |
02 November 2021 10:09:41 1.031 Kali
Sejarah Hak Kepemilikan dan Pungutan Atas Tanah
Pencatatan asal-usul hak kepemilikan tanah di Indonesia tidak terlepas dari perjalanan Pemerintah Kolonial Belanda yang pada waktu itu berkuasa di Indonesia sehingga segala aspek administrasi yang ada saat ini mempunyai hubungan yang erat dengan tata administrasi di masa penjajahan Belanda di Indonesia.
Pada masa penjajahan Hindia Belanda,dikenal 3 jenis hak terkait dengan kepemilikan tanah, yaitu:
Namun seiring dengan berjalannya waktu, pendaftaran tanah hak-hak barat dalam jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan yang digunakan untuk keperluan Pemerintah Hindia Belanda dalam pemungutan pajak tanah.
Hingga tahun 1961 terdapat 3 jenis pungutan pajak tanah, yaitu:
Persepsi Masyarakat
Pada waktu itu, yang dikenakan pajak hanyalah tanah-tanah milik saja, sedangkan yang bukan merupakan tanah milik (baik berdasarkan hak milik barat maupun hak milik adat) sekalipun seseorang menguasainya tidak dikenakan pungutan pajak. Sedangkan untuk pengenaan pajaknya dilakukan dengan menerbitkan surat pajak atas nama pemilik yang di kalangan masyarakat dikenal dengan sebutan petuk pajak, pipil, girik yang fungsinya sebagai surat pengenaan dan tanda pembayaran pajak.
Dikarenakan pajak dikenakan pada yang memiliki tanah, maka surat pengenaan pajak dikalangan masyarakat dianggap dan diperlakukan sebagai tanda bukti kepemilikan tanah yang bersangkutan. Sementara pengenaan dan penerimaan pembayaran pajak oleh Pemerintah pun dianggap oleh masyarakat sebagai pengakuan hak pembayaran pajak atas tanah yang bersangkutan oleh Pemerintah.
Seiring berjalannya waktu, regulasi yang mengatur bahwa hanya tanah-tanah yang berstatus hak milik adat yang dikenakan Landrenten dan verponding Indonesia, maka semakin banyak pemilik tanah yang menginginkan untuk mempunyai petuk pajak dengan demikian dirinya dianggap sebagai wajib pajak sehingga menggunakan data yang tercantum di dalam petuk pajak sebagai petunjuk yang kuat mengenai status tanahnya sebagai tanah milik adat dan dirinya sebagai wajib pajak sebagai pemiliknya.
Lahirnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1959 tentang Pajak Hasil Bumi atau disingkat PHB memberikan regulasi baru terkait dengan hal yang sebelumnya belum diatur terkait dengan pungutan terhadap tanah. Yaitu, PHB berdasarkan peraturan ini pengenaan pajaknya hanya didasarkan pada pemilik hak kebendaan yang sebelumnya tidak dikenakan pada verponding Indonesia atau pajak verponding.
Gb. Surat Pajak (pinhom.id)
Menurut suatu sumber, hak milik merupakan sesuatu yang berhubungan langsung atas suatu benda, hak ini adalah suatu hak yang hanya diadakan atau dibuat untuk bekas tanah partikelir. Menurut S.A Raharjo, tanah partikelir adalah tanah eigendom yang pemiliknya sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1958 (Undang-Undang Agraria) berlaku mempunyai hak pertuanan (RAHARJO, 2012).
Hak milik juga dipandang sebagai hak benda tanah, dimana hak tersebut memberi kekuasaan kepada yang memegang untuk memperoleh hasil sepenuhnya dari tanah tersebut untuk mempergunakan tanah itu seolah-olah sebagai “igenaa[3]r” dengan memperhatikan peraturan-peraturan hukum adat setempat dan peraturan-peraturan pemerintah.
Terkait dengan surat pengenaan pajak yang dianggap sebagai bukti kepemilikan tanah oleh masyarakat, Putusan Mahkamah Agung tanggal 10 Februari 1960 nomor 34/K/Sip/1960 menyatakan bahwa:
Surat petuk pajak bumi bukan merupakan suatu bukti mutlak, bahwa sawah sengketa adalah milik orang yang namanya tercantum dalam petuk pajak bumi tersebut, akan tetapi petuk itu hanya merupakan suatu tanda siapakah yang harus membayar pajak dari sawah yang bersangkutan.
Verifikasi/ Pembaharuan Girik/ Leter C
Pajak-pajak tanah pada tahun-tahun sebelum 1959 dalam perjalanan waktunya diganti dengan pungutan baru yang dengan nama Iuran Pembangunan Daerah atau IPEDA, namun oleh masyarakat dikenal dengan sebutan Girik atau Leter C. Dalam perkembangannya, terhadap Girik/ Leter C, berdasarkan Perpu Nomor 11 Tahun 1959, dilaksanakan verifikasi/ pembaharuan data leter C yang oleh masyarakat dikenal sebagai pemutihan Girik. Di daerah-daerah yang perkembangan daerahnya cepat, pembaharuan Girik/ Leter C dapat dilaksanakan kurang dari 10 tahun.
Pada saat dilaksanakan verifikasi atau pembaharuan Girik/ Leter C, Girik/ Leter C setelah diverifikasi atau terkena pembaharuan data dibukukan kembali dengan nomor baru dan data subjek dan objek pajak hasil pembaharuan dinyatakan sebagai data asal dan semuanya dicatat kembali dengan tinda berwarna hitam[4], sedangkan data yang lama dinyatakan tidak dipergunakan lagi/ tidak berlaku lagi.
Dengan demikian, setidaknya dalam suatu daerah Kantor IPEDA telah melaksanakan 3 9tiga) kali pembaruan Girik/ Leter C sampai dengan pergantian surat pengenaan pajak dengan nama Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Alur perubahan perpajakan tanah di Indonesia sekaligus skema verifikasi/ pembaharuan/ pemutihan girik/ leter C dapat dijelaskan dalam bagan di bawah ini.
Bagan 1 – alur riwayat perubahan perpajakan tanah dan verikasi girik/ leter C
Berdasarkan uraian pada paragraf 2 di atas, sejak Pemerintahan Hindia Belanda melakukan pendaftaran tanah guna memberikan kepastian hukum di bidang Pertanahan sebagaimana disebut di atas, salah satu maksud dan tujuannya adalah keperluan untuk keperluan Pemerintah Hindia Belanda dalam pemungutan pajak yang dikenal sebagai kadaster fiscal atau “fiscal cadaster”. Dengan demikian, keberadaan petuk pajak/girik/ pipil hingga saat ini sebenarnya hanya merupakan komponen administrasi untuk keperluan pemungutan pajak oleh Pemerintah bukan merupakan suatu bukti kepemilikan tanah.
Administrasi Pertanahan di Desa
Administrasi pertanahan di Desa memegang peranan penting dalam pelayanan kepada masyarakat bidang pertanahan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria. Pengelolaan data pertanahan di Desa yang tepat, lengkap, benar dan akurat akan menyelamatkan para pihak yang terkait dengan penerbitan dokumen pertanahan di masa yang akan datang.
Setidaknya, di kantor Pemerintah Desa terdapat register pertanahan tingkat Desa yang meliputi:
Dari register pertanahan tersebut, setelah suatu transaksi pertanahan terjadi (jual-beli/hibah/waris/tukar menukar/ atau wakaf) atau atas permintaan pemilik tanah yang namanya tercantum di dalam Buku Tanah di Desa atau ahli warisnya, Kepala Desa selanjutnya menerbitkan Surat Keterangan Riwayat Tanah, Surat Keterangan Tidak Sengketa, dan Salinan Leter C. Seluruh dokumen tersebut akan menjadi data pembuatan akta jual beli/ atau akta wakaf/ atau hibah/ atau waris dan pendaftaran tanah (HARIYANI, 2008).
Leter C/ Girik/ Pipil sebagaimana dijelaskan di atas menjadi dokumen yang sangat vital bagi Aparatur Pemerintah Desa dalam menyediakan data awal dalam suatu proses pendaftaran tanah. Namun demikian, di sisi Pemeritah Desa banyak dialami kendala dalam menyediakan dokumen tersebut disebabkan karena beberapa hal, diantaranya:
Selain Leter C/ Girik/ Pipil, SPPT PBB yang dimuat dalam Buku Daftar Himpunan Ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan, juga menjadi dokumen penting dalam pendaftaran tanah. Sebagian masyarakat di Desa masih mempunyai pemahaman yang kurang tepat mengenai dokumen-dokumen tersebut yang dianggap sebagai bukti kepemilikan tanah. Padahal, dokumen-dokumen tersebut hanya semata-mata untuk keperluan pengenaan pajak tanah oleh Pemerintah.
Gb. Digitalisasi Leter C di Desa Cisumur
Penutup
Penyelenggaraan administrasi pertanahan merupakan salah satu layanan strategis di dalam Pemerintah Desa. Dokumen pertanahan di Desa, termasuk Leter C/ Girik/ Pipil adalah dokumen yang telah ada sejak lama, sehingga kebanyakan sudah usang, lapuk atau bahkan beberapa bagian sudah tidak utuh lagi atau hilang. Hal ini memerlukan upaya serius dari Pemerintah Desa untuk menyelamatkannya sekaligus berupaya membekali Aparatur Pemerintah Desa terkait dengan ilmu administrasi pertanahan.
Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya diperlukan kebijakan baik dari Pemeritah Desa maupun Pemerintah Kabupaten/ Kota untuk mendukung penyelamatan dokumen pertanahan desa, khususnya Leter C melalui:
Tertib administrasi pertanahan di desa harus dianggap penting oleh semua pihak, baik oleh para pemilik tanah maupun Aparatur Pemerintah Desa. Karena tertib administrasi di saat ini akan meminimalisir munculnya sengketa pertanahan di masa yang akan datang.
[1] Agrarisch Eigendom adalah hak atas masyarakat Indonesia yang berasal dari Hak atas tanah adat diakui dan didaftarkan oleh pemerintah kolonial dan inilah yang disebut sebgai Agrarisch Eigendom
[2] Gemeente adalah nama pembagian wilayah administrative, pada jaman colonial Hindia Belanda, sebuah kotamadya disebut juga Gemeente dan pimpinannya disebut burgemeester.
[3] eigenaar = pemilik
[4] pencatatan peralihan hak atas tanah pada leter c dicatat dengan tinta berwarna merah
Untuk artikel ini
date_range 19 Juni 2023 14:03:25
place Lokasi : Rumah masing-masing Kepala Dusun
account_circle Koordinator : SHOFYAN KHASANI
date_range 19 Juni 2023 14:03:25
place Lokasi : Jadwal Terlampir
account_circle Koordinator : SHOFYAN KHASANI
date_range 19 Juni 2023 14:03:25
place Lokasi : Pendopo Balaidesa Cisumur Jl. Kartadiwirya No. 1 Cisumur
account_circle Koordinator : SHOFYAN KHASANI
Hari ini | : | 97 |
Kemarin | : | 512 |
Total Pengunjung | : | 394.810 |
Sistem Operasi | : | Unknown Platform |
IP Address | : | 18.119.121.101 |
Browser | : | Mozilla 5.0 |
Event Olahraga Meriahkan HUT RI Ke 79 Tingkat Desa Cisumur Tahun 2024
date_range 15 Agustus 2024 favorite 56 Kali
Pernak-Pernik Lampu Hias HUT RI ke-79 Tingkat Desa Cisumur Terlihat Cantik Di Malam Hari
date_range 15 Agustus 2024 favorite 51 Kali
Pengumuman Seleksi Calon Anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) untuk Pemilu Tahun 2024
date_range 11 Desember 2023 favorite 597 Kali
165 Bantuan Telor dan Daging Ayam Disalurkan di Desa Cisumur
date_range 23 November 2023 favorite 0 Kali
Sekda Kabupaten Cilacap Dilantik Menjadi Pj. Bupati Cilacap
date_range 20 November 2023 favorite 395 Kali
Komisi A DPRD Kab. Cilacap dan Satpol PP Kabupaten Cilacap Adakan Peninjauan Kerja di Desa Cisumur Terkait Penyelenggaraan Pemilu
date_range 16 November 2023 favorite 344 Kali
Desa Cisumur Gelar Penguatan dan Peningkatan Kapasitas Tenaga Keamanan Desa
date_range 12 Oktober 2023 favorite 509 Kali
Himbauan Kepala Desa Cisumur tentang Percepatan Penanganan Covid-19 di Wilayah Desa Cisumur
date_range 19 Maret 2020 favorite 11.079 Kali
Mengenal PISEW, Program Andalan Kementrian PUPR dalam Pencapaian Sasaran NAWACITA
date_range 27 Juni 2022 favorite 4.490 Kali
Yang Harus Anda Diketahui Dalam Jual Beli Tanah
date_range 08 Maret 2020 favorite 2.665 Kali
Tahlilan-Slametan Sebagai Kearifan Lokal di Desa Cisumur
date_range 11 September 2020 favorite 2.556 Kali
Banprov 2023 Turun, Pemerintah Desa Gelar Sosialisasi Pelaksanaan Pembangunan
date_range 09 Juni 2023 favorite 1.922 Kali
Strategi Single Branding Dalam Pengembangan Produk Unggulan Desa
date_range 06 April 2020 favorite 1.834 Kali
UPT Puskesmas Gandrungmangu I kembali Laksanakan Vaksinasi Covid-19 Dosis I
date_range 23 Juni 2021 favorite 1.656 Kali
Dispermades Kab Cilacap Laksanakan Binwas Terhadap BUMDesa Lestari
date_range 03 Februari 2022 favorite 440 Kali
Hj. Teti Rohatiningsih Kerja Bhakti Bareng Warga Desa Cisumur
date_range 07 Maret 2022 favorite 432 Kali
Pengumuman Pergantian Domain Cisumur.Com
date_range 03 Maret 2020 favorite 772 Kali
Desa Cisumur Menyelenggarakan Musrenbangdes Tahun 2020
date_range 14 Oktober 2020 favorite 562 Kali
32 Petugas Mutarlih Pemilu 2024 Desa Cisumur Diambil Sumpah
date_range 12 Februari 2023 favorite 901 Kali
Progres Pemberian Vaksinasi Covid-19 kepada Masyarakat Desa Cisumur
date_range 02 Desember 2021 favorite 778 Kali
Berita Duka: Kepala Desa Cisumur Meninggal Dunia
date_range 13 Juli 2023 favorite 624 Kali